Selalu Kangen dengan Jogja

  Selasa, 03 September 2024

Keraton Yogyakarta atau juga dikenal sebagai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dikenal sebagai tempat tinggal resmi bagi Sultan Yogyakarta dan keluarganya. Keraton Yogyakarta juga merupakan warisan budaya, khususnya di Yogyakarta. Begitu menariknya Keraton Yogyakarta untuk dikulik, kali ini kita akan bahas fakta dan sejarah Keraton Yogyakarta yang merupakan bangunan penuh budaya dan sejarah di Yogyakarta.

1.    Terbentuk akibat perpecahan Kerajaan Mataram Islam

Pada 1755, Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan pertama Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana I, berdasarkan perjanjian Giyanti akibat pecahnya Kerajaan Mataram Islam Surakarta dan Keraton Surakarta. Sehingga Kerajaan Mataram Islam dilanjutkan melalui dua kesultanan, yakni Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta Hadiningrat. Meski begitu, pada 1945 Kesultanan Yogyakarta secara resmi bergabung menjadi bagian Republik Indonesia. Hingga kini Keraton Yogyakarta masih difungsikan sebagai rumah tinggal Sultan Yogyakarta dan keluarganya, serta masih dilakukan tradisi-tradisi kesultanan.

2.    Memiliki total luas hingga 144 hektar

Keraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan yang luas. Total keseluruhan kompleks Keraton Yogyakarta adalah 144 hektar termasuk area alun-alun lor, alun-alun kidul, benteng Baluwarti, gapura Gladak, dan kompleks masjid Gedhe Yogyakarta. Sedangkan area inti Keraton Yogyakarta luasnya sekitar 13 hektar. Keraton Yogyakarta memiliki desain arsitektur yang mewah dengan pendopo-pendopo besar, paviliun luas, serta lapangan. Kompleks kawasan sultan dibagi menjadi tiga bagian, yakni kompleks depan termasuk  Gladhag-Pangurakan yang merupakan pintu gerbang kawasan keraton; alun-alun lor, dan masjid Gedhe Yogyakarta; kompleks inti yang di dalamnya sering berlangsung berbagai aktivitas kesultanan; serta kompleks belakang yang meliputi alun-alun kidul, dan Plengkung Nirbaya yang merupakan gerbang keluar keraton.

3.    Sebagian wilayahnya merupakan tempat wisata 

Meski masih digunakan sebagai tempat tinggal sultan, serta berbagai kegiatan adat, sebagian kawasan Keraton Yogyakarta juga dijadikan sebagai tempat wisata. Di dalamnya, para wisatawan bisa melihat barang-barang koleksi milik kesultanan seperti barang-barang pemberian raja-raja dari negara lain, berbagai gamelan, kereta kencana, hingga berbagai benda pusaka. Pengunjung juga bisa melihat langsung bagaimana aktivitas keluarga sultan dan abdi dalem di dalam keraton. Pada waktu tertentu juga sering disajikan berbagai pameran kebudayaan dan pertunjukan seni, sehingga menambah daya tarik wisatawan untuk datang. Di dalam kawasan wisata keraton juga terdapat tour guide untuk memandu wisatawan. Tiket masuk area wisata keraton adalah Rp15 ribu untuk dewasa, dan Rp10 ribu untuk anak-anak.

4.    Terdapat aturan khusus bagi wisatawan

Karena tempat yang sakral bagi kesultanan, terdapat aturan khusus bagi wisatawan yang berkunjung untuk menghormati aktivitas kesultanan. Seperti aturan dalam berfoto. Ada beberapa lokasi dan benda bersejarah yang dilarang untuk difoto. Selain itu, para pengunjung juga tidak diperkenankan berfoto membelakangi keraton, karena dianggap kurang menghormati keraton yang merupakan lambang kekuasaan sultan. Pengunjung juga tidak diperkenankan memotret abdi dalem dari belakang karena dianggap kurang sopan. Selain itu, pengunjung juga tidak boleh memakai topi karena dianggap kurang sopan kepada para penghuni keraton. Namun untuk penutup kepala seperti hijab atau peci tetap diperbolehkan.

5.    Latar belakang abdi dalem yang menarik

Salah satu hal yang menarik di dalam keraton adalah para abdi dalemnya. Abdi dalem merupakan pelaksana setiap organisasi dan kegiatan yang dibuat oleh sultan. Peran abdi dalem sangat penting dalam pergerakan pemerintahan kesultanan Yogyakarta. Tak hanya sebagai pelaksana kegiatan, para abdi dalem juga perlu menjadi contoh yang baik dalam bertindak bagi masyarakat luas. Sehingga tata krama, sopan santun, dan keramahan selalu merekat pada abdi dalem.

Penampilan abdi dalem begitu khas dengan pakaian yang disebut peranakan. Pakaian ini menunjukkan bagaimana para abdi dalem sudah dianggap seperti seorang anak dari ibu yang sama, sehingga rasa persaudaraan antar abdi dalem begitu kuat. Bahasa yang digunakan antar abdi dalem pun merupakan bahasa Jawa khusus yang disebut bagongan. Bahasa ini tidak mengenal perbedaan derajat atau pangkat, sehingga tidak membedakan kedudukan antar abdi dalem.

Keraton Yogyakarta menjadi salah satu bukti bahwa Yogyakarta begitu kental akan budaya tradisionalnya, sehingga menarik wisatawan untuk mengetahui lebih dalam tentang budaya khas Yogyakarta.

Selagi memahami kebudayaan Yogyakarta, paling enak sambil ditemani camilan kekinian dari Sakura Mochi. Dengan produk-produknya seperti mochi premium dengan tekstur kenyal dan belasan pilihan isian lezat, bakpia dengan kulit lembut dan isi yang tidak pelit, pia-pia dengan kulit crunchy dan isi lezat, serta pie susu dengan custard manis, bakalan membuat liburan makin seru. Jadi jangan lupa beli produk Sakura Mochi untuk temani liburan, ya!

Join us on instagram: @mochi_sakurajogja