Keraton
Yogyakarta atau juga dikenal sebagai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dikenal
sebagai tempat tinggal resmi bagi Sultan Yogyakarta dan keluarganya. Keraton
Yogyakarta juga merupakan warisan budaya, khususnya di Yogyakarta. Begitu
menariknya Keraton Yogyakarta untuk dikulik, kali ini kita akan bahas fakta dan
sejarah Keraton Yogyakarta yang merupakan bangunan penuh budaya dan sejarah di
Yogyakarta.
1. Terbentuk akibat perpecahan Kerajaan Mataram Islam
Pada 1755, Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan pertama
Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana I, berdasarkan perjanjian Giyanti akibat
pecahnya Kerajaan Mataram Islam Surakarta dan Keraton Surakarta. Sehingga
Kerajaan Mataram Islam dilanjutkan melalui dua kesultanan, yakni Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta Hadiningrat. Meski begitu,
pada 1945 Kesultanan Yogyakarta secara resmi bergabung menjadi bagian Republik
Indonesia. Hingga kini Keraton Yogyakarta masih difungsikan sebagai rumah
tinggal Sultan Yogyakarta dan keluarganya, serta masih dilakukan
tradisi-tradisi kesultanan.
2. Memiliki total luas hingga 144 hektar
Keraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan yang luas.
Total keseluruhan kompleks Keraton Yogyakarta adalah 144 hektar termasuk area
alun-alun lor, alun-alun kidul, benteng Baluwarti, gapura Gladak, dan kompleks
masjid Gedhe Yogyakarta. Sedangkan area inti Keraton Yogyakarta luasnya sekitar
13 hektar. Keraton Yogyakarta memiliki desain arsitektur yang mewah dengan
pendopo-pendopo besar, paviliun luas, serta lapangan. Kompleks kawasan sultan
dibagi menjadi tiga bagian, yakni kompleks depan termasuk Gladhag-Pangurakan yang merupakan pintu gerbang
kawasan keraton; alun-alun lor, dan masjid Gedhe Yogyakarta; kompleks inti yang
di dalamnya sering berlangsung berbagai aktivitas kesultanan; serta kompleks
belakang yang meliputi alun-alun kidul, dan Plengkung Nirbaya yang merupakan
gerbang keluar keraton.
3. Sebagian wilayahnya merupakan tempat wisata
Meski masih digunakan sebagai tempat tinggal sultan, serta
berbagai kegiatan adat, sebagian kawasan Keraton Yogyakarta juga dijadikan
sebagai tempat wisata. Di dalamnya, para wisatawan bisa melihat barang-barang
koleksi milik kesultanan seperti barang-barang pemberian raja-raja dari negara
lain, berbagai gamelan, kereta kencana, hingga berbagai benda pusaka.
Pengunjung juga bisa melihat langsung bagaimana aktivitas keluarga sultan dan
abdi dalem di dalam keraton. Pada waktu tertentu juga sering disajikan berbagai
pameran kebudayaan dan pertunjukan seni, sehingga menambah daya tarik wisatawan
untuk datang. Di dalam kawasan wisata keraton juga terdapat tour guide untuk memandu wisatawan.
Tiket masuk area wisata keraton adalah Rp15 ribu untuk dewasa, dan Rp10 ribu
untuk anak-anak.
4. Terdapat aturan khusus bagi wisatawan
Karena tempat yang sakral bagi kesultanan, terdapat aturan
khusus bagi wisatawan yang berkunjung untuk menghormati aktivitas kesultanan.
Seperti aturan dalam berfoto. Ada beberapa lokasi dan benda bersejarah yang
dilarang untuk difoto. Selain itu, para pengunjung juga tidak diperkenankan
berfoto membelakangi keraton, karena dianggap kurang menghormati keraton yang
merupakan lambang kekuasaan sultan. Pengunjung juga tidak diperkenankan
memotret abdi dalem dari belakang karena dianggap kurang sopan. Selain itu,
pengunjung juga tidak boleh memakai topi karena dianggap kurang sopan kepada
para penghuni keraton. Namun untuk penutup kepala seperti hijab atau peci tetap
diperbolehkan.
5. Latar belakang abdi dalem yang menarik
Salah satu hal yang menarik di dalam keraton adalah para abdi
dalemnya. Abdi dalem merupakan pelaksana setiap organisasi dan kegiatan yang
dibuat oleh sultan. Peran abdi dalem sangat penting dalam pergerakan
pemerintahan kesultanan Yogyakarta. Tak hanya sebagai pelaksana kegiatan, para
abdi dalem juga perlu menjadi contoh yang baik dalam bertindak bagi masyarakat
luas. Sehingga tata krama, sopan santun, dan keramahan selalu merekat pada abdi
dalem.
Penampilan abdi dalem begitu khas dengan pakaian yang disebut
peranakan. Pakaian ini menunjukkan bagaimana para abdi dalem sudah dianggap
seperti seorang anak dari ibu yang sama, sehingga rasa persaudaraan antar abdi
dalem begitu kuat. Bahasa yang digunakan antar abdi dalem pun merupakan bahasa
Jawa khusus yang disebut bagongan. Bahasa ini tidak mengenal perbedaan derajat
atau pangkat, sehingga tidak membedakan kedudukan antar abdi dalem.
Keraton
Yogyakarta menjadi salah satu bukti bahwa Yogyakarta begitu kental akan budaya
tradisionalnya, sehingga menarik wisatawan untuk mengetahui lebih dalam tentang
budaya khas Yogyakarta.
Selagi
memahami kebudayaan Yogyakarta, paling enak sambil ditemani camilan kekinian
dari Sakura Mochi. Dengan produk-produknya seperti mochi premium dengan tekstur
kenyal dan belasan pilihan isian lezat, bakpia dengan kulit lembut dan isi yang
tidak pelit, pia-pia dengan kulit crunchy
dan isi lezat, serta pie susu dengan custard
manis, bakalan membuat liburan makin seru. Jadi jangan lupa beli produk
Sakura Mochi untuk temani liburan, ya!